Tuesday, December 10, 2013

Sulitnya Terbebas dari Ghibah di Negeri Ini


“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah sebagian kalian menggunjingkan (ghibah) sebagian yang lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertawakalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujuraat : 12)

Rasulullah bersabda, “Tahukah kalian apa itu ghibah?”, mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Beliau bersabda, “Yaitu engkau menceritakan tentang saudaramu yang membuatnya tidak suka.” Lalu ditanyakan kepada beliau, “Lalu bagaimana apabila pada diri saudara saya itu kenyataannya sebagaimana yang saya ungkapkan?” Maka beliau bersabda, “Apabila cerita yang engkau katakan itu sesuai dengan kenyataan maka engkau telah meng-ghibahi-nya. Dan apabila ternyata tidak sesuai dengan kenyataan dirinya maka engkau telah berdusta atas namanya.” (HR. Muslim)

Ghibah Mania

Harusnya dua dalil di atas sudah bisa memutus rantai penyebaran ghibah. Namun di negeri yang katanya mayoritas muslim ini, sangat sulit untuk menghindari ghibah. Masyarakat yang begitu senang mengobrol ke sana kemari, sering terseret pada pembicaraan yang tidak seharusnya. Ghibah! Orang berghibah di manapun, kapanpun, dan dengan siapapun. Ibu rumah tangga berghibah dengan tetangganya, anak berghibah dengan ibunya, suami berghibah dengan istrinya, para pegawai bergibah dengan sesamanya, anak remaja berghibah dengan temannya.

Begitu sulit melepaskan diri dari berghibah karena di sekeliling kita dipenuhi oleh orang yang biasa bergunjing. Saking seringnya berada di lingkaran penggunjing, terkadang tanpa sadar, saya jadi ikut mendengar gunjingan orang dan mengomentarinya-Astaghfirulloh.

Jadi bila sadar permbicaraan mulai mengarah kepada ghibah, saya berusaha menghentikan topik tersebut. Agar tidak masuk ke dalam perangkap ghibah yang sangat halus. Bila saya berinteraksi dengan teman sebaya, masih memungkinkan untuk saling mengingatkan. Tapi bila yang berghibah adalah orang yang lebih tua, saya tidak punya keberanian untuk menegur. Jadi biasanya saya berusaha untuk mengganti topik pembicaraan dengan perlahan. Tentunya agar mereka tidak tersinggung.

Memilih Lingkungan Pertemanan

Karena tidak selamanya orang yang diingatkan masalah ghibah ini mau menerima nasihat, hal paling praktis menghindari ghibah adalah berteman dengan orang yang menjaga lisan. Selain bisa terhindar dari perbuatan dosa, biasanya 'jenis' orang seperti ini selalu mengajak kepada kebaikan. Jadi kita mendapat dua keuntungan dalam satu kesempatan.

Bila anda merasa tulisan ini bermanfaat, silahkan share artikel ini agar orang lain pun dapat merasakan manfaatnya.

No comments:

Post a Comment