Monday, December 30, 2013

Layanan BlackBerry Broadcast Message untuk Wilayah Indonesia Harus Ditinjau Kembali


Dalam beberapa tahun terakhir, pengguna BlackBerry di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini tidak lepas dari upaya penyediaan BlackBerry sejuta umat yang berharga murah. BlackBerry tidak lagi menjadi barang mewah. Pengguna BlackBerry mulai merata di setiap kalangan dan lapisan masyarakat. Mulai dari pebisnis sampai ibu rumah tangga, mulai dari para jutawan, sampai masyarakat dengan gaji di bawah dua juta rupiah. Masyarakat bisa dibilang demam BlackBerry. Kecanggihan aplikasi yang ditawarkan oleh BlackBerry menjadi daya tarik sendiri–selain daya tarik gengsi tentunya.

Salah satu aplikasi yang ditawarkan oleh BlackBerry adalah Layanan BlackBerry Broadcast Message (BM atau BC). Aplikasi ini memungkinkan pengguna BlackBerry untuk mengirimkan pesan kepada seluruh kontak BlackBerry hanya dengan sekali tekan. Pada dasarnya aplikasi ini bermanfaat untuk menyampaikan informasi penting kepada seluruh kontak tanpa menghubungi mereka satu per satu. Namun ternyata di Indonesia, aplikasi ini sering "disalahgunakan". Seringkali pesan-pesan yang disampaikan bukanlah informasi penting, bahkan ada juga yang berupa hoax (kabar bohong). Yang lebih mengkhawatirkan lagi, "penyalahgunaan" aplikasi ini dilakukan oleh banyak orang.

Sebagian orang ada yang menggunakan aplikasi BC ini sebagai sarana mengiklankan dagangan-dengan gratis. Bahkan beberapa diantara pedagang itu bisa mengirimkan BC ke seluruh kontaknya beberapa kali sehari.

Bisa dibayangkan bila anda memiliki sepuluh teman di kontak anda yang merupakan penggila BC dan setiap orang melakukan tiga kali BC saja dalam sehari. BlackBerry anda akan berbunyi sebanyak tiga puluh kali sehari hanya untuk menerima BC yang belum tentu anda kehendaki. Sedang anda sama sekali tidak berdaya mencegah masuknya BC tersebut ke dalam BlackBerry anda.

Pengguna BlackBerry yang tidak cerdas sampai pelanggaran privasi

Perkembangan gadget di tanah air yang sangat pesat ternyata tidak disertai dengan pesatnya "pendidikan etika" dalam penggunaannya. Salah satunya adalah pemakaian aplikasi BC ini. Para penggila BC berdalih bahwa BlackBerry memang diperuntukan untuk menjalin komunikasi secara massal, jadi mereka (dengan sangat kasar) mengatakan bila tidak ingin mendapat BC, maka jangan memakai BlackBerry tapi pakailah HP (maaf) China. Bukankah justru BlackBerry dibuat untuk menjaga privasi pemakainya? Di mana hanya yang sudah terdaftar sebagai kontak saja yang bisa berhubungan dengan si empunya BlackBerry?

Tampaknya dalam hal ini pihak provider BlackBerry harus mempertimbangkan penerapan sistem pembatas penggunaan aplikasi BlackBerry Broadcast Message untuk wilayah Indonesia. Dan tentunya sistem ini harus diberlakukan secara otomatis. Upaya ini perlu dilakukan untuk melindungi pengguna BlackBerry itu sendiri, baik si penggila BC ataupun para "korbannya". Bagi para "korban" BC, pembatasan ini tentu bisa mengembalikan perasaan nyaman dalam menggunakan BlackBerry. Sedang untuk si penggila BC, pembatasan bisa menjadi sarana menumbuhkan "kecerdasan" dalam memilih dan memilah informasi yang layak untuk di BC-kan.

Thursday, December 26, 2013

Dilema Pedagang Barang KW (Baca: Palsu)


Fashion dunia senantiasa berkembang dari waktu ke waktu. Entah itu mode pakaian, tas, sepatu, maupun asesoris. Para desainer berlomba-lomba menciptakan rancangan yang menjadi ciri khasnya.

Berbicara mengenai fashion bukan melulu membahas tentang kebutuhan untuk "berpakaian" tapi juga akan menyentuh pada bagian gaya hidup serta prestise-gengsi. Sehingga tidak heran bila banyak orang rela merogoh saku dalam-dalam untuk membeli produk fashion yang dibandrol berkali-kali lipat dari ongkos produksinya itu sendiri. Harganya mulai berkisar dari belasan juta sampai ratusan juta rupiah. Bahkan ada yang sampai pada angka milyar. Merk di dunia fashion yang sudah terkenal sebutlah Hermes, Louis Vuitton, Gucci, Chanel, D&G, Christian Dior, Armani, Prada, Adidas, Nike, Boss, Oakley, dll, mampu membuat para penggila barang bermerk bertekuk lutut.

Demam barang-barang mahal sampai juga ke negara kepulauan Indonesia. Para orang kaya dari berbagai kalangan seperti selebritis, pengusaha, pejabat serta koruptor gemar sekali memakai barang yang dalam harganya terdapat banyak angka nol tersebut. Namun, sebagai negara-yang katanya, berkembang, mayoritas penduduk Indonesia terdiri dari golongan masyarakat menengah dan pas-pasan. Tentunya kebanyakan masyarakat tidak mampu membeli barang-barang branded super mewah yang harganya melangit. Tapi demam sudah terlanjur mewabah, masyarakat golongan ekonomi menengah dan pas-pasan pun ingin "mencicipi" rasanya memakai barang bermerk. Akhirnya masyarakat golongan ini merelakan diri mencicipi barang KW alias tiruannya saja yang dijual dengan harga sangat murah, sangat sangat sangat jauh dari harga aslinya.

Di mana ada permintaan, di situ ada produksi. Minat masyarakat untuk tampil gaya dengan barang palsu ini dilirik oleh para produsen. Dan tercipatalah mata rantai ekonomi yang melibatkan produsen, distributor (termasuk di dalamnya importir), pedagang besar, pedagang kecil, serta konsumen barang KW. Entah kenapa, di republik ini mata rantai barang KW begitu mudah berkembang, bak cendawan di musim hujan. Padahal konon katanya ada undang-undang hak cipta yang tidak memperbolehkan penjiplakan atau pemalsuan suatu merk. Konon katanya juga, ada razia terhadap para produsen serta pedagang barang-barang KW.

Namun, peraturan tinggallah peraturan, peredaran barang palsu di republik ini sangatlah subur. Seolah sama sekali tanpa halangan. Kalaupun ada "penertiban", yang terkena dampaknya adalah mata rantai paling ujung dari sebuah distribusi, yaitu para pedagang kecil. Sementara produsen atau importir (pasokan barang palsu didapat dari luar negeri juga) seolah jarang sekali tersentuh oleh hukum. Hal inilah yang membuat dilema di kalangan pedagang, di satu sisi menjual barang palsu melanggar undang-undang, di sisi lain permintaan akan barang tersebut sangatlah tinggi. Tidak sedikit orang yang ogah memakai merk dalam negeri yang "tidak terlalu terkenal".

Namun bagaimanapun, dapur harus terus mengepul, akhirnya para pedagang bermain petak umpet dengan aturan. Mereka tetap menjual barang tiruan tersebut walau kadang diliputi sedikit kekhawatiran akan terjaring razia.

Berangus peredaran barang KW dari akarnya dan galakkan produksi merk dalam negeri

Mengenai peredaran barang KW ini, seharusnya pemerintah tegas memberlakukan aturan yang ada. Sudah sepatutnya pemerintah menindak produsen barang-barang KW serta menutup keran impor barang tersebut. Hal ini jauh lebih efektif untuk memberangus peredaran barang KW daripada mengejar-ngejar pedagang kecil-yang tidak punya banyak pilihan dalam bisnisnya.

Dengan menjegal peredaran barang KW, produksi dalam negeri akan menggeliat kembali. Tentunya dengan merk dalam negeri juga. Masyarakat pun "dipaksa" memakai merk-merk dalam negeri. Sehingga suatu saat akan tumbuh kebanggaan mereka terhadap hasil karya anak negeri. Hal ini akan menguntungkan semua pihak. Produsen dalam negeri kembali "hidup", pedagang tak usah cemas akan dirazia karena memasarkan produk "legal", masyarakat pun terdidik untuk menggunakan barang-barang produksi dalam negeri.

Jadi, apa lagi yang ditunggu oleh pemerintah?

Monday, December 23, 2013

Ini Dia Perjalanan Paket Anda yang Dikirim Lewat JNE



Pernah bertanya tentang bagaimana paket yang anda kirim lewat JNE bisa sampai ke tempat tujuan? Begini ceritanya, paket yang sudah terkumpul di agen-agen JNE akan diambil oleh petugas sekitar jam 15.00 sampai jam 17.00 setiap harinya. Paket-paket itu dibawa ke kantor cabang JNE. Di setiap kota, JNE memiliki kantor cabang yang akan mengurus pengiriman paket ke tempat tujuan. Setelah paket dibagi per wilayah pengiriman, jam 22.00 paket akan mulai dikirimkan dari kantor cabang.
Jadi, baik anda mengirimkan paket di pagi hari atau di siang hari, waktu sampai ke tempat tujuan tetap sama.

Wednesday, December 11, 2013

Kacamata untuk si Mata Minus: Ada yang Bisa Dibuang Jauh-jauh, Ada yang Berbahaya bila Ditanggalkan



Saya sudah memakai kacamata sejak duduk di bangku SMP. Bukan hal yang menyenangkan setiap hari "ditemani" oleh sesuatu yang bertengger di atas hidung. Hidung sampai berbekas karena beratnya kacamata yang saya kenakan. Ya, tahun '90-an belum ada lensa plastik dalam ukuran yang tipis. Jadi saya memakai lensa kaca yang ditipiskan dari ukuran seharusnya.

Setiap tahun ukuran minus terus bertambah, otomatis lensa kacamata terus menebal. Sering saya merasa terganggu dengan keberadaan kacamata tersebut. Namun saya tetap setia memakai kacamata.

Belakangan saya sangat bersyukur karena mau "memaksakan diri" memakai kacamata, pasalnya ada beberapa teman yang meninggalkan kacamata dan akibatnya fatal. Salah seorang teman mengalami penurunan kemampuan melihat. Walaupun sudah dibantu kacamata, ia tidak dapat melihat dalam jarak pandang normal. Bila orang normal bisa melihat jelas sampai jarak enam meter, jarak pandang teman saya dengan memakai kacamata hanya tiga meter saja. Bahkan beberapa teman salah satu matanya menjadi tidak berfungsi karena matanya dibiarkan tidak memakai kacamata dalam jangka waktu bertahun-tahun.

Kini saya mengerti kenapa mereka bisa mengalami hal itu. Minus antara mata kanan dan kiri mereka tidak sama sehingga ada salah satu mata yang melihat lebih jelas dari mata yang lainnya. Akhirnya mereka melihat dengan salah satu mata saja. Hal ini menyebabkan salah satu mata menjadi melemah.

Berbeda halnya dengan teman saya yang minus mata kanan dan kiri sama serta minusnya pun tidak terlalu besar, ternyata mereka tidak mengalami penurunan kemampuan melihat meski tidak lagi memakai kacamata. Hanya saja mereka kadang mengeluh matanya terasa pegal dan cepat lelah.

Tuesday, December 10, 2013

Sulitnya Terbebas dari Ghibah di Negeri Ini


“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah sebagian kalian menggunjingkan (ghibah) sebagian yang lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertawakalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujuraat : 12)

Rasulullah bersabda, “Tahukah kalian apa itu ghibah?”, mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Beliau bersabda, “Yaitu engkau menceritakan tentang saudaramu yang membuatnya tidak suka.” Lalu ditanyakan kepada beliau, “Lalu bagaimana apabila pada diri saudara saya itu kenyataannya sebagaimana yang saya ungkapkan?” Maka beliau bersabda, “Apabila cerita yang engkau katakan itu sesuai dengan kenyataan maka engkau telah meng-ghibahi-nya. Dan apabila ternyata tidak sesuai dengan kenyataan dirinya maka engkau telah berdusta atas namanya.” (HR. Muslim)

Ghibah Mania

Harusnya dua dalil di atas sudah bisa memutus rantai penyebaran ghibah. Namun di negeri yang katanya mayoritas muslim ini, sangat sulit untuk menghindari ghibah. Masyarakat yang begitu senang mengobrol ke sana kemari, sering terseret pada pembicaraan yang tidak seharusnya. Ghibah! Orang berghibah di manapun, kapanpun, dan dengan siapapun. Ibu rumah tangga berghibah dengan tetangganya, anak berghibah dengan ibunya, suami berghibah dengan istrinya, para pegawai bergibah dengan sesamanya, anak remaja berghibah dengan temannya.

Begitu sulit melepaskan diri dari berghibah karena di sekeliling kita dipenuhi oleh orang yang biasa bergunjing. Saking seringnya berada di lingkaran penggunjing, terkadang tanpa sadar, saya jadi ikut mendengar gunjingan orang dan mengomentarinya-Astaghfirulloh.

Jadi bila sadar permbicaraan mulai mengarah kepada ghibah, saya berusaha menghentikan topik tersebut. Agar tidak masuk ke dalam perangkap ghibah yang sangat halus. Bila saya berinteraksi dengan teman sebaya, masih memungkinkan untuk saling mengingatkan. Tapi bila yang berghibah adalah orang yang lebih tua, saya tidak punya keberanian untuk menegur. Jadi biasanya saya berusaha untuk mengganti topik pembicaraan dengan perlahan. Tentunya agar mereka tidak tersinggung.

Memilih Lingkungan Pertemanan

Karena tidak selamanya orang yang diingatkan masalah ghibah ini mau menerima nasihat, hal paling praktis menghindari ghibah adalah berteman dengan orang yang menjaga lisan. Selain bisa terhindar dari perbuatan dosa, biasanya 'jenis' orang seperti ini selalu mengajak kepada kebaikan. Jadi kita mendapat dua keuntungan dalam satu kesempatan.

Bila anda merasa tulisan ini bermanfaat, silahkan share artikel ini agar orang lain pun dapat merasakan manfaatnya.

Sunday, December 8, 2013

Bocah Tertimpa Pagar ketika sedang Bermain, kemana Ibunya?


Sore itu saya sedang mengemas paket untuk dikirim kepada para pembeli. Seperti biasa kegiatan saya ditemani oleh kegaduhan anak-anak tetangga di luar rumah.

Suami saya mengemas barang ke dalam dus, sementara saya menyiapkan kertas alamat yang akan ditempelkan di paket. Baru saja satu buah alamat yang saya kerjakan, tiba-tiba terdengar suara barang yang terjatuh. Suara itu cukup keras sehingga membuat saya menghentikan aktifitas. Sejurus kemudian terdengar tangisan seorang bocah. Tanpa menunggu komando dari siapapun, saya langsung meloncat dari posisi duduk dan berlari ke luar rumah.

Tepat seperti dugaan saya, seorang bocah tiga tahunan terlentang di jalanan, tertimpa oleh pagar besi. Di sekelilingnya berkumpul anak-anak yang lebih besar. Mereka semua tampak kebingungan. Tak ada tindakan apapun yang dilakukan. Demi melihat melihat kondisi si bocah, saya langsung mengangkat pagar yang mempunyai ukuran sekitar tiga meter dengan tinggi satu setengah meter tersebut. Setelah melihat saya mengangkat pagar, ada seorang anak yang berusia sekitar 10 tahun menarik sang bocah dan menggendongnya. Ia lalu membawa sang bocah ke rumahnya.

Kejadian yang membahayakan anak-anak bukan hanya terjadi waktu itu saja. Sebelumnya, seorang bocah hampir saja terjepit oleh sebuah mobil yang sedang mundur. Beruntung si empunya mobil dipandu oleh sang istri ketika memundurkan mobil. Sang istri yang berada di belakang mobil segera menyuruh sang suami menghentikan mobil ketika melihat ada anak kecil bersembunyi di samping mobil. Si bocah berdiri dalam ruang yang sangat sempit di antara mobil dan tembok.

Ke mana para ibu bocah-bocah itu?

Di lingkungan rumah saya, bukan hal aneh bila melihat bocah usia dua tahun berkeliaran di luar rumah tanpa pengawasan orang tuanya. Entah di mana ibu para bocah itu. Padahal mereka adalah ibu rumah tangga yang tidak bekerja. Anak-anak kecil rentan mengalami kecelakaan baik kecil maupun besar karena belum mengerti mana tindakan yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh. Mana yang membahayakan dirinya serta mana yang tidak.

Menurut saya seharusnya para ibu terus mengawasi anak-anaknya yang masih kecil ketika bermain, terutama ketika sang bocah bermain di luar rumah. Demi menghindarkan terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan. Bukankah anak itu amanah? Dan seperti amanah lainnya, tentunya harus dijaga dengan hati-hati.

Bila anda merasa artikel ini bermanfaat, silahkan share artikel ini agar orang lain pun dapat merasakan manfaatnya.


Friday, December 6, 2013

Que Sera, Sera (Whatever Will Be, Will Be) Songtext

Sumber gambar: www.anekaalatmusik.blogspot.com


(Hermes House Band)

When I was just a little girl
I asked my mother
What will I be
Will I be pretty
Will I be rich
Here's what she said to me

Que sera, sera
Whatever will be, will be
The future's not ours to see
Que sera, sera
What will be, will be

When I grew up and fell in love
I asked my sweetheart
What lies ahead
Will we have rainbows
Day after day
Here's what my sweetheart said

Que sera, sera
Whatever will be, will be
The future's not ours to see
Que sera, sera
What will be, will be

Now I have Children of my own
They ask their mother
What will I be
Will I be handsome
Will I be rich
I tell them tenderly

Que sera, sera
Whatever will be, will be
The future's not ours to see
Que sera, sera
What will be, will be
Que Sera, Sera

[Lyrics an http://www.songtextemania.com/]

Pembantu atau Asisten Rumah Tangga?

Sumber gambar: www.jelajahunik.us

Pembantu rumah tangga adalah pekerja sektor informal yang tidak terlindungi oleh undang-undang ketenagakerjaan. Karena tidak ada aturan baku tentang profesi yang satu ini, seringkali seorang pembantu tidak mendapat hak yang sama dengan pekerja sektor formal. Mulai dari jam kerja yang panjang, upah yang sangat kecil, bahkan kadang ada yang mendapat perlakuan yang tidak layak dari keluarga sang majikan.
Mungkin berangkat dari kondisi seperti itulah, segolongan orang mulai mempermasalahkan sebutan "pembantu" untuk orang yang bekerja meringankan pekerjaan rumah tangga tersebut. Ada yang mengganti sebutan pembantu menjadi "asisten", barangkali tujuannya untuk lebih menghormati orang-orang yang memiliki profesi tersebut.

Jadi, apakah perlu mengganti sebutan pembantu menjadi asisten?

Kata pembantu sebenarnya netral tanpa unsur rasa apapun. Kata pembantu tidaklah mengandung unsur perendahan martabat. Kita telah lama mengenal profesi pembantu rektor (PR) atau pembantu dekan (PD), dan embel-embel pembantu di depan jabatan rektor dan dekan tersebut tidak menjadikan PD serta PR rendah martabatnya.

Sikap Majikan yang Harus Dirubah

Terjadinya perlakuan yang tidak menyenangkan kepada beberapa pembantu dikarenakan si majikan merasa lebih mulia daripada pembantunya. Jadi hal utama yang harus diperbaiki adalah mental para majikan.

Kondisi Ekonomi yang Jauh Dari Kata Ideal

Berbicara tentang kecilnya gaji pembantu, memang ada majikan yang super pelit. Namun ada juga keluarga yang keadaannya sulit untuk bisa membayar seorang pembantu dengan gaji besar.
Dengan kondisi ekonomi negeri ini, tak sedikit para istri yang terpaksa harus bekerja di luar rumah karena sang suami tidak bisa memenuhi kebutuhan keluarganya dengan layak. Jadi keluarga ini memerlukan bantuan orang lain untuk mengurus rumah. Namun karena kondisi ekonomi keluarga inipun tidak terlalu mapan, maka kemampuan mereka untuk menggaji pembantu tidak terlalu besar. Jadi kecilnya gaji pembantu ini seringkali tidak terlepas dari ibas kondisi ekonomi. Yang artinya, selama perekonomian Indonesia porak poranda bak kapal pecah, nasib para pembantu hampir dapat dipastikan tak banyak mengalamai perubahan.

Saya Punya Sebutan Lain

Saya menyebut pembantu sebagai pegawai. Ya, karena mereka memang pegawai yang bekerja di rumah sang majikan.

Bila anda merasa artikel ini bermanfaat, silahkan share artikel ini agar orang lain pun dapat merasakan manfaatnya.

Thursday, December 5, 2013

Cara Meningkatkan Traffic (Kunjungan) ke Blog

Sumber gambar: www.avinash.ws


Beberapa waktu lalu saya mendapat email dari wordpress, isinya tentang panduan meningkatkan traffic ke blog. Kira-kira beginilah isi email tersebut dalam bahasa Indonesia:

Salah satu alasan para blogger berhenti menulis di blog (blogging) karena sedikitnya kunjungan ke blognya. Pada saat yang sama mereka sudah "kelelahan" membuat tulisan.

Kami hadir di sini untuk membantu, namun tidak ada satu tips pun yang memberi jaminan blog anda dapat sukses, namun agar trffic blog anda bagus, penting untuk memperhatikan prinsip-prinsip dasar blogging. Ini adalah lima hal yang harus dan jangan dilakukan ketika blogging, silahkan dicoba.

Hal yang harus dilakukan:

1. Terus menulis. Sangat penting untuk menulis sesuatu yang baru. Karena hal tersebut akan membuat search engines lebih tertarik pada blog anda: yang artinya peluang untuk mendatangkan pengunjung baru lebih besar.

2. Menulis dengan baik. Perhatikan ejaan setiap kali menulis. (Ini saya artikan menulis sesuai EYD, bukannya bahasa gaul yang belum tentu dimengerti oleh semua orang seperti ea, dya, woles, dll).

3. Buat blog anda nyaman dipandang. Pemilihan tampilan harus disesuaikan dengan konten (isi) blog. Beberapa gambar akan membuat blog anda lebih menarik. Namun satu hal yang perlu diperhatikan, pastikan konten blog anda mudah dibaca.

4. Manfaatkan kenalan anda. Sebagai blogger pemula, anda dapat meminta keluarga atau teman untuk mengunjugi blog anda. Anda juga dapat menandai mereka dalam jejaring sosial. Buat kesepakatan dengan mereka mengenai kesediaan mereka untuk "ditandai" dalam jejaring sosial dan seberapa sering mereka mau "ditandai". (Menurut saya hal ini perlu dilakukan karena ada orang yang tidak senang menerima banyak notifikasi dalam jejaring sosial mereka).

5. Mencari kenalan baru. Komunitas blogging sangatlah luas. Cara terbaik untuk menemukan  lahan anda sendiri adalah dengan memberikan timbal balik yang baik. Ikuti blog orang lain dan tinggalkan komentar di blog mereka, serta luangkan sedikit waktu untuk memberikan respon terhadap komentar pengunjung anda. Gunakan perangkat yang mempermudah orang lain untuk mengikuti blog anda. Ikut berpartisipasi dalam acara yang diadakan para blogger untuk mendapat teman baru serta mempelajari tips-tips blogging.

Hal yang harus dihindari:

1. Melupakan tag. Gunakan perpaduan antara tag khusus dengan tag umum yang sesuai dengan tulisan anda agar search engines dapat menemukan blog anda dengan "mudah". (Penggunaan tag masih dalam perdebatan, ada sebagian blogger yang tidak menyarankan menggunakan tag).

2. Jangan melakukan spamming.

3. Jangan takut terhadap tombol "share". Jangan terlalu khawatir menulis sesuatu yang tidak sesuai dengan visi anda (lalu ada seseorang yang menyebarkannya). Anda bisa memperbaiki kesalahan yang anda lakukan ketika menulis.

4. Jangan berhenti membaca.

5. Jangan kehilangan "selera" untuk blogging. Ingatlah alasan kenapa anda mulai menulis di blog.

Begitulah hal-hal mendasar yang harus diperhatikan dalam meningkatkan traffic. Mudah-mudahan bermanfaat.



Wednesday, November 27, 2013

Ujung Penantian Panjang (bagian I)

Sumber Gambar:
www.digaleri.com

Aliya menarik napas dalam lalu menghembuskannya perlahan. Kemudian ia menyatukan kedua tangan dan menariknya ke atas. Setelah tangannya turun, ia menggerakkan kepala ke kiri dan ke kanan. Mencoba mengusir kekakuan yang menggayuti pundaknya sedari tadi. Pasien yang harus ditanganinya selalu banyak. Tak pernah kurang dari lima puluh orang. Hari ini saja ia harus melayani enam puluh satu pasien. Pasien terakhir meninggalkan ruangan Aliya beberapa menit yang lalu.
Baru saja Aliya melonggarkan kepenatannya sebentar, pintu ruangannya sudah diketuk kembali.
“Medrep...” Gumam Aliya lirih. Beberapa hari ini ia kerap didatangi oleh para medical representative dari berbagai perusahaan farmasi. Pasti rencana pembukaan klinik barunya sudah terendus oleh para medrep itu.
Pintu dibuka dari luar dan menyembullah sebentuk wajah ramah dari balik pintu.
“Boleh masuk Dok?” Si empunya wajah bertanya sambil tersenyum. Manis.
“Silahkan!” Aliya menyunggingkan senyum setengah terpaksa. Sebenarnya ia enggan berurusan dengan para medical representative.
Sekejap mata saja di hadapan Aliya berdiri sosok tegap dengan penampilan super rapih. Sepatu kulit tersemir mengkilap. Celana panjang yang memperlihatkan lipatan sempurna senada dengan jas yang dikenakannya. Serta rambut hitam klimis yang tersisir ala K-style.
“Rangga!” si tegap memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangan hendak bersalaman. Namun Aliya hanya merapatkan kedua tangannya di depan dada sambil mengulum senyum. Aliya geli sendiri melihat orang di depannya terlihat kebingungan karena harus menjabat angin.
“Saya gak salaman dengan laki-laki.” Penjelasan Aliya seolah menjawab pertanyaan yang hanya dilontarkan Rangga dalam kepalanya.
“Silahkan duduk!” Aliya menunjuk kursi di hadapannya.
Rangga menarik kursi lalu mengambil posisi duduk. Ia terlihat kikuk. Ia masih mencerna penggalan kejadian yang baru saja dialaminya. Gak salaman dengan laki-laki? Pertanyaan itu terus terlontar dari benaknya.
***
“Gitu Dok! Kalo cuma Honda Jazz aja, kita bisa penuhi kok!” Rangga menutup penawarannya dengan iming-iming city car yang harganya cukup mahal itu. Sementara Aliya hanya mengerucutkan bibirnya sambil menatap Rangga dingin. Aliya sudah mendengar penawaran yang sama berulang kali.
“Saya maunya Alphard...” Aliya setengah bergumam menanggapi tawaran sang medrep.
“Apa? Alphard?” Rangga sedikit tersentak. Ia tak menyangka akan mendapat respon seperti itu.
“Hahaha saya bercanda!” Aliya tertawa gelak melihat ekspresi sang medrep.
“Dengar! Saya mendapat beasiswa untuk kuliah kedokteran. Jadi, rasanya saya tak harus kejar setoran untuk mengembalikan modal kuliah. Lagipula, saya tidak gila harta. So, saya tidak tertarik dengan suap yang anda tawarkan!” Tempo suara Aliya lambat namun tegas. Dengan penekanan intonasi di beberapa tempat.
Rangga mengerutkan dahi. Baru kali ini ia berhadapan dengan dokter aneh seperti ini. Terlalu berani. Terlalu berterus terang.
“Ini bukan suap, ini...”
“Sudahlah... Saya rasa jadwal kunjungan anda pastinya padat. Jangan membuang waktu anda untuk membujuk saya.” Aliya memotong kalimat medrep di hadapannya. Sudah tak ada gunanya lagi meneruskan pembicaraan. Aliya menyerahkan kembali brosur-brosur yang tadi disodorkan padanya.
“Oh, baiklah. Kalau begitu, saya pamit! Terima kasih atas waktunya Dok!” Rangga mencoba menyunggingkan senyum. Sejumput kekesalan tersemat di hatinya. Bagi Rangga, pernyataan Aliya terdengar terlalu arogan, sok suci, dan sok idealis. Toh dokter senior saja menyambut dengan senang hati paket liburan ke luar negeri yang disodorkan olehnya.
“Sama-sama!” Aliya mempersilahkan tamunya sambil melemparkan sesungging senyum.

Ujung Penantian Panjang (bagian II)

Sumber Gambar: www.umarfaruq.com




Ujung Penantian Panjang (bagian I)

Rangga mengedarkan pandangan. Sejauh mata memandang, didapatinya kelompok-kelompok pengajian kecil. Kelompok mentoring yang terdiri dari empat atau lima orang. Orang yang ditunggunya belum menampakkan batang hidung. Sekitar lima meter dari posisi duduknya, mata Rangga menangkap sebentuk wajah yang seolah tak asing baginya.
Sambil mengaduk-ngaduk memori di kepalanya, tanpa sadar Rangga mengamati gerak-gerik si empunya wajah. Tampaknya ia adalah seorang kakak mentor yang sedang membimbing adik-adiknya. Wanita yang sedang berbicara di dalam kelompok kecil itu berkulit kuning kecoklatan. Hidungnya tidak terlalu mancung, namun tidak bisa juga disebut pesek. Alis tebal di atas mata sipitnya menunjukkan bahwa wajah sang mentor belum pernah tersentuh “pisau cukur”.
Pencarian file di otak Rangga menemukan hasil dalam waktu beberapa menit.
Dokter Aliya? Masih sempet memberi mentoring? Tanya Rangga dalam hati. Ia tak yakin keakuratan hasil pencarian memorinya. Ia baru bertemu dengan dokter idealis itu satu kali. Jadi ia tak yakin sang mentor adalah orang yang sama dengan dokter yang ditemuinya tempo hari.
Beberapa saat kemudian kelompok mentoring yang diamati Rangga membubarkan diri. Yang tersisa di kumpulan itu hanyalah sang mentor. Tapi tak lama. Setelah membereskan barang bawaannya, sang mentor pun beranjak pergi.
Tanpa maksud apapun, Rangga mengikuti sang mentor dengan pandangannya. Kini Rangga mengerutkan dahi. Dilihatnya gaya berjalan sang mentor yang sedikit timpang. Tampak lebih berat ke arah kiri.
“Assalamualaikum...”
“Eh, waalaikum salam...” Rangga sedikit terperanjat karena tiba-tiba sebuah tepukan mendarat di bahunya. “Kang Asep, ngagetin aja!” Cepat-cepat Rangga menjabat tangan si pemberi salam.
“Serius amat! Lihat apa sih?” Asep menjulurkan kepala. Mencoba mencari objek penglihatan yang bisa membuat Rangga abai terhadap kedatangannya.
“Emmmhh... Akang kenal Teteh yang itu?” Rangga menunjuk sang mentor yang semakin menjauhi pandangannya.
“Oh... Itu teh Aliya. Kenapa gitu?”
“Dokter Aliya?”
“Iya. Kenal ama teh Aliya?”
“Enggak. Baru ketemu sekali waktu nawarin obat.” Rangga terdiam sejenak. Ia ragu mengutarakan isi kepalanya. “Apa... kaki dokter Aliya...” Rangga menggantung kalimatnya. Kini ia menatap Asep lekat. Seolah meminta bantuan agar mencarikannya kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi Aliya.
“Ga normal?” Asep menebak jalan pikiran Rangga. Rangga mengangguk cepat.
 “Iya. Dokter Aliya kena polio waktu kecil. Ironisnya, ia terkena polio justru setelah mendapat vaksinasi polio...” Walau tipis, tergambar iba di wajah Asep. “Makanya, setelah menjadi dokter, teh Aliya tak pernah mengimunisasi bayi. Ia punya konsep kesehatan sendiri. Ia banyak berdiskusi dengan dokter-dokter di luar negeri yang juga sama-sama tidak menganjurkan imunisasi pada bayi.”
“O... gitu ya...” Rangga bergumam pelan. Seolah berbicara pada dirinya sendiri.
“Eh, malah ngebahas teh Aliya.” Asep tertawa kekeh. Menyadari bahwa ia terlarut dalam ceritanya sendiri. 
“Minggu depan kamu punya waktu?” Asep mengalihkan pembicaraan.
“Minggu depan? Ada aja. Kenapa emang?”
“Mau minta bantuannya. Minggu depan anak-anak IKMA mau out bond, jadi butuh konseptor dan pembimbing juga!” Asep menatap mantan anggota pecinta alam itu penuh harap.
“Oke. Siap! Saya bisa!”
“Baguslah kalau begitu.”
“Oya kang, mau tanya. Tadi kan ga sengaja dengerin orang-orang ngobrol, kok banyak sekali nama Ana di sini?” Asep mengerutkan dahi mendengar pertanyaan adik sepupunya itu. Setahu Asep, yang bernama Ana di IKMA hanya istrinya saja. “Dan herannya, mereka tuh cowok semua...” Rangga melanjutkan kalimatnya. Raut mukanya serius. Asep langsung mengulum senyum mendengar kalimat yang terakhir.
“Ana yang dimaksud itu bukan nama tapi kata ganti untuk kata saya. Itu bahasa Arab.”
“Oh, gitu... hehehe” Rangga menggaruk kepalanya yang tak gatal sambil tertawa kekeh. Ia memang tak tahu banyak tentang pergaulan di IKMA – Ikatan Keluarga Masjid al-Huda. Berbeda dengan Asep yang sudah tertarik untuk mengkaji Islam sejak masih kuliah, Rangga memilih bergelut dengan alam. Tak pernah terpikir olehnya untuk memperdalam agamanya sendiri. Jadi tidak heran bila Islam Rangga abangan. Hanya tahu solat, zakat, puasa, haji itu wajib. Sedang miras, judi, zina itu haram. Selebihnya ia tak tahu apa-apa. Dalam pelaksanaannya pun ia sering melanggar batas wajib dan haram itu.
***
J Rocks membangunkan Luna dengan lagu Fallin In Love-nya. Luna menggapai hp di atas meja dengan mata masih setengah tertutup. Ia bahkan belum beranjak dari posisi tidurnya. Setelah mendapatkan yang dicari, ia menekan tombol “berhenti”. J Rocks pun berhenti bernyanyi. Luna tidak segera bangun dari tempat tidur. Sebenarnya ia ingin berdiam diri di atas tempat tidur seharian. Kemarin ia menghabiskan malam di tempat dugem dan baru pulang ke rumah jam tiga pagi. Tapi apa mau dikata, ia harus menghadiri jadwal pemotretan.
“Aaaa...!” Tiba-tiba Luna berteriak. Kesal. Kemarin ia baru saja diputuskan Rangga untuk alasan yang tak masuk akal baginya.
“Berkerudung? Yang benar saja?” Gumam Luna pada dirinya sendiri. Rangga memintanya berhenti menjadi model dan merubah penampilannya secara ekstrim. Tentu saja Luna keberatan, menjadi model adalah cita-citanya sejak kecil. Ia tak bisa berhenti di tengah jalan hanya karena permintaan pacarnya. Bukan hanya itu, Rangga pun mengajaknya menikah.
Menikah? Aku tak bisa! Aku ingin mengejar mimpiku dulu. Itu yang Luna katakan kepada Rangga kemarin.
 ***
Luna terduduk sambil memeluk lututnya sendiri. Hidung mancungnya memerah. Mata sembabnya menatap nanar foto di atas meja. Foto dirinya bersama Rangga. Setelah efek alkohol hilang, barulah ia bisa merasakan hatinya yang sakit. Rasanya ribuan duri tajam ditancapkan pada hatinya secara bersamaan. Sekarang, ia baru menyadari bila hatinya terluka sangat dalam. Ia mendapati kekasih hatinya berubah hanya dalam hitungan bulan. Semenjak Rangga memutuskan untuk mempelajari Islam, Luna tak lagi bisa meraih Rangga. Rangga yang dulu seolah hilang bersama kenangan manis yang telah mereka rajut bersama selama delapan tahun.
***
“Ngapain ke rumah?” Aliya mengerutkan dahi ketika Rangga meminta izin untuk berkunjung ke rumahnya.
“Ada yang ingin saya bicarakan dengan Dokter.” Rangga sedikit berhati-hati menjawab pertanyaan Aliya.
“Udah saya bilang, jangan panggil saya “dokter” kalo lagi di luar klinik! Emhh... kenapa ga di sini aja? Orang kita udah ketemu di sini!”
Rangga mengedarkan pandangan berkeliling. Selasar masjid memang sudah lengang. Hanya satu dua orang saja yang duduk-duduk di sana.
“Ga enak Dok! eh, Teh!”
“Udahlah di sini aja. Biar ga ribet janjian lagi!” Aliya tetap pada pendiriannya. Bukan hal mudah bagi Aliya untuk menjadwal ulang kegiatannya.
Akhirnya Rangga kalah jurus. Sebelum memulai kalimatnya, Rangga menarik napas dalam-dalam. Ia  mengumpulkan segenap keberanian yang ia punyai.
“Emmh... Saya... bermaksud melamar Dokter... eh, Teteh...” Rangga menundukkan kepala. Ia tak berani memandang wajah Aliya. Kini ia merasa tak lagi menjejak tanah.
“Apa? Melamar saya?” Aliya membelalakkan mata. Mulutnya ternganga. Seolah tak percaya dengan pendengarannya sendiri.
“Iya Teh...” Rangga memberanikan diri mengangkat wajah.
“Tunggu dulu, kenapa sampai kepikiran melamar saya?”
“Itu hasil istikhoroh saya Teh.” Kini Rangga mulai berani memandang Aliya.
Sedang Aliya kehilangan kata-kata. Perasaannya kacau balau: antara senang, takut, serta tak percaya. Semua teraduk menjadi satu. Jangan-jangan ini hanya lelucon? Atau ia melamarku hanya karena kasihan padaku? Seribu tanya berdengung-dengung di benak Aliya.
“Emmhh... Kenapa saya?” Aliya mencoba menguasai diri. Ia menarik kesadarannya ke alam nyata kembali.
“Semua perjuangan Teteh di IKMA... mentoring hari Minggu yang Teteh jalani di saat orang lain pergi berlibur, rapat-rapat malam yang Teteh hadiri di saat orang lain diam beristirahat, serta waktu yang Teteh gratiskan sementara orang lain menarik bayaran... Semua itu menyentuh hati saya...” Kata-kata itu mengalir lancar dari mulut Rangga apa adanya. Jujur dari relung hatinya yang terdalam.
Sejenak mereka tenggelam dalam diam. Keduanya sibuk dengan kunyahan pikirannya masing-masing.
“Tapi... Bagaimana dengan kaki saya...? Kaki saya tidak sempurna...” Suara Aliya memecah kebekuan. Ia terbata. Di luar Aliya tampak tegar. Seolah tak pernah bermasalah dengan keterbatasaanya. Namun dalam hatinya, Aliya terkadang merasakan kesedihan yang teramat sangat. Sebenarnya ia sangatlah rapuh.
“Selama ini tak ada satu ikhwan pun yang sudi melirik saya...” Suara Aliya melemah. Bibirnya mulai bergetar. Ia tak tahu alasan kenapa para ikhwan tak sudi menjadikannya sebagai pendamping hidup. Entah karena kecacatannya atau sebab yang lain. Yang jelas, ia sudah menggenapkan usianya di kepala tiga beberapa bulan yang lalu dan ia masih sendiri.
Rangga menghela napas dalam sebelum menjawab pertanyaan Aliya.
“Teteh salah... Selama ini banyak ikhwan yang mengidolakan Teteh... Namun mereka merasa Teteh terlalu istimewa sehingga mereka tak berani mengajukan diri untuk menjadi pendamping Teteh. Dokter adalah profesi yang sangat disegani Teh! Belum lagi kecerdasan dan kevokalan Teteh dalam menyerukan pendapat, ditambah kinerja Teteh di IKMA yang tak diragukan lagi. Semua itu membuat para ikhwan minder sama Teteh...”
Aliya membekap mulutnya sendiri. Matanya memanas. Sebentar saja mata Aliya mulai berkaca-kaca. Lalu sebutir tetes bening meluncur jatuh.
“Teh... Maukah Teteh jadi pendamping hidup saya? Maukah Teteh menjadi ibu dari anak-anak saya? Lalu mendidik mereka menjadi anak-anak yang soleh solehah? Seperti yang Teteh lakukan pada adik-adik mentor Teteh sekarang?” Rangga menatap Aliya penuh harap.
Aliya mengangguk pelan. Kini pandangannya mengabur. Air mata mengalir deras menuruni pipinya. Penantian panjangnya akhirnya menemukan ujung.
***
Dunia modelling digemparkan oleh kematian super model Luna Aprilia. Ia ditemukan tewas di kamar hotel karena over dosis obat penenang yang ditenggaknya bersama minuman beralkohol.



Wednesday, November 13, 2013

Kita Bisa Saja Tidak Peduli, Tapi....

Sumber Gambar: kisahcikmaz.blogspot.com

Seorang ibu bercerita sambil menahan tangis. Sebut saja Adi, anaknya yang ke-dua terjaring razia di sekolah. Adi ketahuan menyimpan majalah porno. Ternyata masalahnya tidak berhenti sampai di sana. Sang anak dilaporkan telah melakukan pelecehan pada beberapa orang anak perempuan. Anak 15 tahun itu sudah kecanduan konten porno.

Kabar ini menjadi tamparan yang sangat keras bagi kedua orang tua Adi. Bagaimana tidak, mereka telah mendidik anak-anaknya sesuai dengan tuntunan nabi sejak si anak dalam rahim sang ibu. Setelah menginjak usia sekolah, anak-anak itu disekolahkan di sekolah yang berbasis Islam. Namun ternyata magnet pergaulan begitu kuat menarik Adi ke dalam pusarannya. Ia goyah dalam pendiriannya.

Kejadian di atas hanya satu dari sekian kisah yang terjadi di negeri yang katanya religius ini. Banyak anak-anak yang menjadi korban pergaulan yang salah. Padahal mereka berasal dari keluarga baik-baik: diberi pendidikan yang baik di rumah dan disekolahkan di tempat yang baik. Tapi apa mau dikata, lingkungan tempat kita hidup juga memberi warna pada anak-anak.

Dalam Lima belas tahun terakhir, dunia berubah sangat banyak. Ada perubahan yang positif, ada juga yang negatif. Perubahan yang sangat pesat adalah dalam bidang teknologi. Termasuk di dalamnya kemajuan teknologi komunikasi.

Namun kemajuan teknologi komunikasi bak dua sisi uang koin yang memuat dua hal berlainan. Sisi manfaat dan kerusakan. Manfaatnya tak harus dirunut karena sudah jelas adanya. Namun daya perusaknya bersifat halus. Hampir tak terlihat. Tahu-tahu, sebuah kerusakan besar telah menganga di depan mata karena dampak negatifnya.

Televisi adalah kemajuan teknologi yang bisa dinikmati oleh hampir semua golongan masyarakat. Si kaya dan si miskin sama-sama dapat mengakses informasi dari kotak ajaib ini. Sekali lagi, televisi juga memberi dampak positif dan negatif. Melalui layar televisi disebarlah gaya hidup yang Katanya modern: mulai dari perkenalan minuman keras, clubbing, gaya hidup mewah sampai pergaulan bebas.


Dulu, masyarakat umum memandang pergi ke diskotik untuk berjoget dan menenggak minuman keras adalah perbuatan yang melanggar batas norma. Pada hari ini clubbing menjadi gaya hidup. Dulu, hamil di luar nikah adalah hal tabu yang memalukan (bicara soal dosa, tidak semua orang menganggap perbuatan zina itu sebagai dosa). Namun sekarang, hal tersebut menjadi wajar adanya karena begitu banyak orang yang melakoninya. Dulu, yang dikabarkan korupsi hanya orang-orang dalam lingkaran kekuasaan. Sekarang, level lurah bahkan RT sekalipun ada yang melakukan praktek haram tersebut.

Kita bisa saja menutup mata dan tidak peduli melihat fenomena yang ada dalam masyarakat. Kita mungkin bisa memilih untuk menjaga keluarga kita tanpa harus repot-repot memikirkan segala sesuatu yang terjadi di sekeliling kita. Tapi, bila semua orang hanya memikirkan diri dan keluarganya saja, akan dibawa ke mana masa depan negeri ini?

Kekacauan yang terjadi hari ini adalah hasil dari keacuhan kita dan para pendahulu kita. Di mana sangat sedikit orang yang mau bersusah payah memikirkan pergaulan tetangganya, kondisi lingkungannya, atau mengamati tingkah laku para pemimpin. Setiap orang hanya peduli terhadap kehidupannya masing-masing. Ketika menginjak usia sekolah, sibuk dengan setumpuk PR dan ulangan. Ketika lulus dari bangku sekolah atau kuliah, disibukkan oleh mencari pekerjaan. Setelah bekerja, kerepotan dengan seabreg tugas. Dan kesibukan bertambah ketika telah menikah, apalagi setelah mempunyai anak.

Oleh karena itu, sebelum terjadi kerusakan yang lebih dahsyat lagi, marilah kita meningkatkan kepedulian terhadap keadaan sekitar kita dan memulai langkah nyata menuju perubahan dimulai dari diri kita, keluarga, lalu lingkungan.